Kamis, 18 Oktober 2012

cerpen

Diary kusam
Oleh: nikhayatus sholikah *)
             Pagi yang cerah, seperti biasa sebelum pukul 04.00 aku harus membantu ibuku menyiapkan barang daganganya untuk dijual di pasar. setelah ibu berangkat giliran aku mempersiapkan diri untuk bergegas berangkat sekolah lebih tepatnya jam 06;15 dengan sepedah buntut ku yang selalu menemani ku menuju jalan raya yang berjarak 2 km untuk menunggu bus yang mengantarkan ku menuju sekolah dimana aku menuntut ilmu, kurang lebih 30 menit. Itupun jika bus yang aku tumpangi berjalan cepat. hingga tepat pukul 7.00 bel masuk berbunyi. karena jarak yang lumayan jauh tidak ada kendaraan lain selain menggunakan jasa transportasi bus. Dengan jarak yang tidak dekat tersebut, sebelum aku masuk kelas aku sering menghafal surat pendek al-qur’an, bukan karena aku rajin tapi memang itu hukuman bagi siswa yang telat masuk kelas.
Dulu Aku anak kelas XII unggulan di aliyah. pada awalnya orang tuaku tidak setuju untuk masuk unggulan karena biaya 2x lipat dari kelas regular, karena ekonomi keluargaku yang pas2an. dengan tekatku yang tak setengah2 aku bekerja keras membantu ibuku berdagang , dan pada akhirnya aku diijinkan untuk masuk kelas unggulan. Aku tidak boleh menyia2kan kesempatan itu,hingga ku ingin membuktikan kepada orang tuaku untuk memberikan yang terbaik. Waktu itu bulan maret dimana waktu yang sangat sibuk bagiku untuk mempersiapkan ujian akhir yang sudah di ambang pintu. dalam keseharianku selalu ditemani buku-buku dan soal –soal try out yang melelahkan pikiran tapi tidak mengurangi semangat belajarku karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku yang bekerja keras untuk membiayai aku sekolah.
            Ketika bel istirahat nampak bu ragil, guru BK di kelasku sedang sibuk membuka lembaran lembaran yang dibawanya, kami pun dipanggil untuk membantunya  merapikan lembaran – lembaran yang ternyata berisi brosur brosur dari berbagai perguruan tinggi. Aku iseng membaca baca brosur tersebut. terlintas Di benaku rasanya tidak mungkin untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi karena aku tau pasti orang tuaku tidak setuju. Setelah selesai merapikan aku bersama teman temanku sekelas pergi ke kantin untuk sekedar membeli es atau makanan ringan.
            Sudah banyak siswa siswa yang merencanakan kelanjutan study nya. Mereka sangat antusias untuk memilah milah perguruan tinggi yang mereka idam idamkan. Akupun hanya bisa memendamya dalam hati. Aku merasa iri pada mereka. merasa pesimis bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Setelah pulang sekolah aku membersihkan diri dan kemudian ikut membantu  ibu menyirami sayur sayuran yang nantinya akan di petik untuk dijual di pasar bersama dagangan lainya. Meskipun untung yang dikumpulkan ibu tak sebesar yang aku bayangkan tapi ibuku tetap berjuang untuk membiayai ku sekolah. “ gimana pelajaran di sekolah nak?” tanya ibu. Sekilas aku lanngsung menjawab “ alhamdulilah lancar bu”. Tanpa ku sangka, Lanjut ibu “ syukurlah, mungkin hanya bisa sampai sini  ibu menghantarkan pendidikan mu nak, ibu sudah tidak kuat lagi membiayai, kalaupun bisa, itupun kita terpaksa tidak makan hanya untuk membiayai pendidikan, kakak mu dulu kulyah di biayai oleh orang lain dengan menjadi pembantu di rumahnya, ibu harap kamu harus mangerti” dengan rasa kecewa yang aku sembunyikan aku diam tanpa kata, aku hanya bisa menyimpanya dalam hati, setelah pulang dari sawah aku langsung munuju kamar kecil ku yang menjadi tempat yang paling nyaman bagiku diwaktu sedih maupun senang. dalam kamar, aku menangis mengeluarkan air mata kekecewaan, mengeluarkan semua yang mungkin menjadi jalan takdirku.
            Waktu terus bergulir, Tuhan membuktikan rasa sayangya kepadaku dengan memberi ku sidikit cobaan, seiring poros bumi berputar di saat saat aku diharuskan fokus untuk menghadapi ujian bapaku jatuh sakit, hari harinya dilalui dengan batuk yang tiada henti. dengan surat yang di berikan, dokter memberitahukan bahwa terdapat penyakit di tenggorokan bapak,jika tidak cepat dioperasi akan membahayakan  kesehatan bapak operasi itu tentunya membutuhkan biaya tidak sedikit. Mendengar berita itu serentak hatiku bimbang, aku tenggelam dalam kegundahan, di saat itu pula aku membutuhkan sejumlah uang untuk melunasi administrasi sebagai syarat mengikuti ujian. berat rasanya untuk memilih, tapi aku tidak mementingkan egoku. sudah terfikir di benak ku untuk keluar sekolah, bagaimanapun juga tanpa bapak aku tidak bisa menghirup udara di dunia ini. Aku sengaja diam tanpa memberi tahukan ibuku, dengan terus berdoa, mengadu tiada henti kepada yang maha khaliq tak pernah lupa aku memohon petunjuk kapada NYA.
            Seperti biasa bel istirahat berbunyi, di dalam kelas yang ramai q membaca – baca buku pelajaran sedangkan teman teman yang lain pergi ke kantin.” Kamu di panggil bu ragil (guru BK) di ruangan nya” ucap neti salah satu teman dari kelas lain. Aku sudah menduga dan pasrah karena belum bayar administrasi, segera aku masuk ruang BK, “ apa ibu memanggil saya?” tanya ku. “iya, duduklah, langsung saja. selama ini saya amati kamu selalu mengalami perkembangan dalam pelajaran, dan dari guru guru akutansi mengutusku untuk menyeleksi siswa untuk mewakili olimpiade akutansi se-jawa timur dan kamu salah satunya” .entah apapun alasanya aku di panggil di ruang BK aku sedikit bernafas seperti terlepas dari seorang rentener mematikan. seleksi demi seleksi aku dapat menyelesaikannya dan atas kerja keras ku akhirnya aku salah satu dari 2 orang yang terpilih setelah menyingkirkan puluhan siswa lainya, setelah persiapan yang tidak begitu lama kami berangkat olimpiade dengan di antar oleh 2 guru pembimbing, setelah soal terselesaikan tiba saatnya pengumuman, tanpa disangka namaku disebut dalam peringkat tiga besar olimpiada akutansi se jawa timur.
            Hingga Hari berganti hari, tak terasa menginjak awal mei. siap tidak siap siswa kelas tiga SMA seluruh indonesia di hadapkan pada lembaran soal UAS yang mengantarkan pada berhasil atau tidaknya siswa dalam menempuh pelajaran selama tiga tahun yang hanya ditempuh 3-4hari. Dengan penuh ikhtiar, aku mengikuti UAS dengan tenang. karena pasca olimpiade tersebut berita menyebar sampai ke telinga pak wahib dan atas informasi dari guru bu ragil, pak wahib memutuskan untuk tetap mengikuti UAS dengan biaya ditanggung beliau, seorang kepala sekolah dermawan yang sangat menyukai orang berprestasi. Hingga pada pengumuman akhir, aku peringkat 2 kumulatif. Kabar gembira untuk kedua orang tua ku, ini semua tak lepas dari bantuan pak wahib,namun, bukan itu yang membuatku linangan air mata kebahagian, syukur tak hingga pada robbil izati! keajaiban datang dari sepucuk surat dari rumah sakit , bahwa ternyata tes penyakit bapak keliru dengan tes orang lain, yang sebenarnya batuk bapak hanya batuk biasa hanya butuh pengobatan secara rutin. Serentak aku sujud syukur dengan air mata yang terus memaksa untuk keluar,dan pada saat itu lah aku sangat yakin Tuhan tidak tidur dan Tuhan selau mendengar.
*)mahasiswa bidik misi jurusan PGMI, fakultas tarbiyah IAIN sunan ampel surabaya.

0 komentar:

Posting Komentar